Friday, November 02, 2007

Halomoan: Cari Alumni 97

Hello world!.. Seorang alumnus SMUN1 Lubuk Pakam (angkatan 97), Halomoan Panggabean, S.Pd. SE. MM, sekarang mencari alamat kontak kawan-kawan alumni angkatan 1997. Teristimewa untuk Antoni, Sopiana, Aida, Retna, dan Desmon. Kalau kawan-kawan alumni tau alamat atau nomer kontak dari nama-nama diatas, silahkan hubungi Halomoan di mobile 081399435001. Your hands really help us, indeed.

PS: Untuk bang Halomoan, Admin mohon maaf kalau nomer mobile-nya dipublikasikan di zona post. Post ini juga dimaksudkan agar search engines "mengendus" keyword dgn nama abang. Otherwords, kawan2 angkatan 97 bisa mencari nomer kontaknya. Tentang reuni, segera akan kuhubungi adikku di Pakam (masih sekolah disitu). Soalnya aku udah di Jawa. Thanks...

Monday, October 15, 2007

Blog Action Day: The Earth In My Mouth

I know, it's not good to complain. For a few of us, including me, every single morning has its unique ordinary miracle. When it's raining, still we can say praising words and thank God for that marvelous moment. But we can't close our eyes from recent earth matters. If the earth were a human, that old lady is crying out loud and waiting for your hands.

Global warming, climate change, and other multidimensional shocks are very common terms for us. Even young children can say them easily from their small mouths. The more popular those terms, the more giant vendors produce eco-friendly products as economic response to those issues. What a nose! People buy their products as form of participation to fight against earth destruction matters.

Most people around the world would agree about recent earth matters. We -in Indonesia- also have the same experience like you have, our international friends. Now we have wet dry season and dry rainy season. In other words, now we only have "one season" for a whole year. What about Africa, Alaska, Arctic, America, Europe, and other places on earth? Who am I making a final summary on places I've never been there? But I believe that we're facing the same particular "enemy".

There are many factors stimulating and raising global destruction matters. I can't describe all of them, one by one. But if we're talking about them, we won't go away from segmentations on economy, politic, social-culture, geographic, and technology. They are too complex to describe. Let say, we're trying to fight against global warming and then powerful rich people who hold controls (on segmentations above and particular purposes) won't let us to do so. All lions will go mad if we come closer to their meal, right? So, it's not equal. Kind of a tiny ant is fighting against a giant elephant. In other case, we also have dilemma. One ironic example: People throw charity-oriented concerts to help the global environment (just like Live8 concerts) but they unconsciously spread more carbons to the air from those massive watts lamps and electricity. It's so ironic indeed. They don't get the effect directly, but we -who live in equator countries where poverty and hunger are opened holes- do get it as well as the result of geographical point reason.

So what can we do? Well, we're just ordinary people who have no power but only dreaming and doing few efforts to make a difference. Maybe we don't have any accesses to turn this world into good. But remember, we still have what they call with People Power. Many inspiring stories and persons come up nowadays, perhaps we can follow what they have been doing so far. For example, an African female professor has started to take real step with her community to plant more trees. And they succeeded to make huge difference there. But I beg you, please... don't follow Thomas Robert Malthus (1766-1834) who taught secret mass genocide to decrease people growth. It's not the right way to avoid radical global matters caused by increasing population.

An Indonesian scientist, Amri Susandi, ever said on TV that we could do reforestation if hi-tech industrial countries throw the fund for us to do so. They started to release malicious pollutants to the air since the British revolution of industry hundred years ago. To be honest, I've never been thinking about this, but it's quite fair. It doesn't mean that we hate those countries. We can not bit a general stereotype because everyone is unique. Many of their citizens are good people. One sticky question; why illegal logging matter is only a responsibility of countries where it's still happening? It's not our own responsibility. To the whole world it belongs. We're still living under the same sky.

Do not attempt to be deaf. If you were rich and still living your jetset lifestyle, please do not use any products imported from far away countries. For example, you can buy local apples instead of purchasing imported apples. That way you don't contribute air pollution that comes up from international distribution (whether by airplane or shipping distribution).

The earth is moving on. So is the time continues ticking. We know, this earth will meet its final judgment someday. But as long as we live on it, we should put our heart here. Don't be fatalists who always busy with his/her heaven business so they never realize that the earth has become a real mini hell. Are you ready to take real challenge on global matters? Go outside your shell.
Spinning still she is
For who will ever know what happen to her
Earth, will you be still beautiful tomorrow morning?


By Ele Azhar Purba

Thursday, September 06, 2007

No Update?

No update? Just wait and see... But hey, we need just a little time to make your submitted suggestions come true.

Tuesday, May 29, 2007

Analisis Desain Produk-Produk XL

Dosenku di semester tiga dulu pernah menyinggung Product Designing atau mendesain produk berdasarkan karakteristik pasar. I wasn't so into it, karna dari awal terkesan sangat rumit. Rumit? Yes. Product designing itu menyangkut hal-hal dan pihak yang multidisiplin, mulai dari desainer produk, desainer iklan, teknisi, marketer, sampai menganalisis budaya pasar yang menjadi target. Walau dulu kuanggap membosankan & nggak menarik, tapi mendesain produk itu ternyata menjadi hal yang terlalu krusial untuk diabaikan. Perusahaan (produsen) tidak akan mencapai tujuan usaha yang udah ditetapkan kalo produk yang dilemparkan ke pasar ternyata "mengejek" atau tidak sesuai karakter pasar.

Dari kepentingan itu aku mencoba2 mencari tau produk2 apa aja yang udah berhasil menjadi produk yang udah didesain dengan baik oleh produsennya (sok berkompeten nih). I found them recently. Produk apa aja itu? Produk2 dari XL. Nah lo, muji2 XL lagi? Hehehe, orang XL nggak pernah membayar aku koq untuk menyanjung2 XL di blog ini. Honestly, aku kagum aja sama XL yang udah menancapkan cakar dignity sebagai operator seluler yang sering menerima penghargaan sebagai perusahaan dengan manajemen yang baik, keuangan yang sehat dan banyak lagi. Yuk kita analisis produk2 yang udah didesain XL.

Pertama, Xplor. Produk pascabayar ini kayaknya udah didesain matang sekali untuk kalangan pebisnis, baik pengguna individu ataupun pengguna korporat. Xplor memang ditujukan untuk itu, terlihat dari iklan2 Xplor yang selalu terkesan megah, silver scheme, executive-targeted, mengutamakan orang penting dan mampu untuk membayar layanan value-added yang memang banyak disediakan. Kalo XL bisa ngomong, pasti bilang "silahkan gunakan layanan premium kami sesuka hati selama Anda mampu membayar". Fitur-fiturnya memang lebih banyak didominasi layanan kantoran dan minim fun, selain metode2 pembayaran tagihan yang beragam. Hehehe, kayaknya kalangan nine to five itu memang suka stress dan so professional ya. Workaholic bo'. Tapi memang kayak inilah image yang didesain XL untuk brand yang merupakan brand transformasi proXL Pascabayar ini. XL udah mendesain Xplor khusus untuk pasar pebisnis.

Kedua, Bebas. Produk prabayar ini lebih ditujukan untuk kalangan perkotaan atau metropolis yang masih mengagungkan lifestyle (music, fashion, and movies). Coba liat band-band yang dijadikan sebagai ikon Bebas; Peterpan & Samsons. Semuanya band yang memang sedang dalam posisi trend di "masa kejayaan band" tersebut. Varian Bebas selalu "update" dengan isu-isu lifestyle terbaru bahkan sebelum bendera XL Music Life, XL Movie Life, dan Life-Life lainnya berkibar. Iklan-iklan Bebas juga nggak lepas dari wajah-wajah dan gaya bahasa khas metropolis atau tepatnya menyasar orang2 muda atau orang dewasa berjiwa muda. Produk yang -sebelum XL diakuisisi TM Malaysia- dulunya dikenal dgn nama proXL Prabayar ini didesain khusus untuk pasar seperti ini, sesuai karakter dan demand yang menjadi "roh" di masyarakat.

Ketiga, Jempol. Produk yang iklan perdananya bikin aku geli ini ternyata memang ditujukan untuk kalangan menengah bawah yang ingin menggunakan layanan selular. Tentunya dengan layanan yang bersifat "basic" seperti telepon, SMS, tarif yang lebih murah, dan isi ulang paling ringan (recehan). Isi ulang pecahan lima ribu rupiah ini tentunya menyiratkan kalau pasar yang dituju jelas adalah masyarakat berpenghasilan harian atau kaum muda yang ingin tampil trendy namun berpengahasilan terbatas. Lihat dan dengar iklannya, Indonesia sekali. Pake dangdut, suling dan wajah2 khas Indonesia. Segmentasi yang jelas kan?

Keempat, Jimat. Jimat didesain khusus untuk memenuhi ceruk pasar GSM yang kosong dan belum diisi operator lain; keluarga2 yang punya kerabat di luar negeri. Produk Jimat dipasarkan di daerah2 yang memiliki data statistik penduduk yang banyak bekerja di luar negeri, kayak Jawa Timur dan Sumatra Utara. Iklannya juga, duh Indonesia sekali. Khas obrolan keluarga TKI pula. Dengan penawaran tarif yang lebih murah untuk komunikasi ke luar negeri, Jimat diharapkan dapat memberi solusi yang murah. Soal kualitas nanti dulu. Dengan menggunakan teknologi VoIP sebagai backbone layanan, kayaknya servis Jimat harus lebih banyak dibenahi. Kenapa? Infrastruktur VoIp XL belum memuaskan, setelah kucoba beberapa kali melakukan panggilan internasional ternyata panggilan sering terputus-putus dan suaranya timbul lenyap. Kayaknya XL harus belajar banyak dari operator2 selular di Hongkong yang udah lama concern dgn pembangunan VoIP yang berkualitas. Oia, aku ada saran untuk XL perihal pemasaran Jimat. Untuk pemasaran Jimat, ada baiknya XL menempatkan para frontliner di tempat2 yang biasa digunakan untuk mengurus penempatan kerja TKI, seperti kantor2 imigrasi, kantor agen tenaga kerja, rumah sakit rujukan medical test, dsb, untuk memperkenalkan produk Jimat. Dari analisisku terhadap "pasien" alias keluarga yang mengurus kerja anggota keluarganya di luar negeri, biasanya mereka itu open sekali terhadap produk baru yang memudahkan mereka untuk stay connected dengan keluarga mereka yang bekerja sebagai TKI di luar negeri. Jimat akan dengan mudah melakukan penetrasi pasar dengan penempatan para frontliner di garis depan peperangan.

Untuk kasus-kasus diatas, aku lihat XL kayaknya udah membuat tim Product Designing. Tim yang udah bekerjasama dengan kinerja lumayan baik dari berbagai bidang ilmu (multidisiplin). Karnanya, meski XL bukan operator terbesar di negeri ini tapi operator ini udah membuat perencanaan yang matang untuk menjual produknya ke pasar. Beda sekali dgn Telkomsel dan Indosat (kalo untuk operator CDMA aku nggak berani membandingkan karna disini cuma ada Flexi dan Starone). Untuk Telkomsel, aku nggak ngeliat ada perbedaan berarti antara satu produk dengan produk lainnya. simPATI dan HALO hampir sama, cuma beda di sistem pembayaran. Kartu AS dan simPATI juga nggak jelas pasar yang ditujunya seperti apa karna keduanya seperti "bunuh kawan sendiri" (lihat iklan dan pasar yang dituju). Lebih dari itu semua, Telkomsel tumbuh menjadi besar karna dibesarkan isu kalo Telkomsel adalah operator dengan layanan terbaik, padahal NGGAK (it's relative you know). Untuk Indosat, kita juga nggak akan gampang menganalisis plus memahami target produknya untuk siapa. Peleburan IM3 Bright ke Matrix nggak begitu jelas artinya. Sedangkan Mentari dan IM3 juga "saling minder" dan terkesan malu-malu.

Kedua operator di luar XL juga nggak menempatkan diri sebagai produk anak negeri. Iklannya lebih menempatkan posisi produk sebagai superior tanpa memberi ruang untuk masyarakat untuk berpikir. Padahal masyarakat sekarang udah lumayan cerdas, dan jauh di bawah alam sadarnya masyarakat udah diindoktrinasi untuk memilih produk yang sesuai karakter dan budayanya. Alhasil, walau mereka tetap membeli produk dari kedua operator itu, mereka nggak pernah merasa memiliki atau menjadi bagian dari proses penciptaan produk itu (nggak "gue banget").

Dari tadi ngomongin iklan? Seberapa besar efek iklan dalam mendesain produk? Besar. Iklan dari suatu produk adalah penciptaan citra suatu produk yang telah didesain, membuat brand awareness dan akhirnya membuat image branding yang terus dikenang konsumen. Makanya belajar dari kesuksesan Honda, XL, Gudang Garam, dan Firefox yang -IMO- udah sukses membuat penetrasi pasar yang memorable dan sesuai karakter plus budaya pasar. Entah itu budaya lokal, internasional bahkan perlu juga diperhatikan kondisi geopolitik dalam mendesain produk berikut iklannya.

Jadi kesimpulannya, untuk menciptakan suatu produk yang secara sehat dapat melakukan penetrasi pasar, si produsen terlebih dulu harus membuat tim yang secara intens membuat desain suatu produk. Tim yang terdiri dari orang2 yang berkompeten dan mengerti budaya pasar yang dijadikan ladang minyak, sumber air, dan api untuk membuat dapur perusahaan dan karyawan tetap mengepulkan asap.

Dikutip dari Elenet M2 Blog.