Sunday, November 23, 2008

Rumah Itu Tak Lagi Sama

Entah kenapa, rasa sesak itu muncul lagi. Tiap kali kenyataan muncul bahwa aku harus datang ke rumah itu lagi, ada beban yang "lang terkataken", susah disampaikan secara verbal.

Rumah itu, yang setahun lalu kutinggalkan, sudah banyak berubah. Lingkungannya juga tak jauh beda, berubah. Tak ada lagi anak-anak kecil ribut di jalan atau mengaji di tempat Atok. Satu yang tetap sama, suara jangkrik waktu malam. Berisik tapi damai.

Sudah dua kali rumah itu kudatangi sejak aku setengah ragu menginjak keluar dari dalamnya. Kepulangan pertama, suasana ramai. Paling ramai sejak rumah itu dibangun. Imagi aneh yang membekas, disambut tangis dan dipeluk. Orang-orang di dalam rumah menangis melihat peti itu. Kepulangan kedua... rumah itu jadi sedikit aneh. Satu yang mencolok, halaman rumah dan isi rumah kelihatan tak serapi dulu.

Aku tahu... Banyak yang berubah. Ibuku tak lagi punya waktu untuk membenahi rumah atau melanjutkan hobi berkebunnya. Ibuku menjadi satu-satunya kepala keluarga, dengan "kedaulatan" yang memang ada di tanganku sebagai anak sulung lelaki. Ia menjadi sedikit lebih gemuk dan terlihat lebih tua. Entah ini cuma perasaanku yang jarang melihatnya, karena setiap mau ber-video call, cakupan sinyal 3G tak terlalu bagus disana. Akulah yang menjadi korban teknologi ini, tak bisa puas melihat wajahnya.

Ia tak pernah sudi menerima kiriman uang dariku. Kedua bapak ibuku dari dulu memang "aneh", tak pernah mau menerima uangku. "Ditabung aja", itu alasannya. Tapi sesekali kukirim juga uang, dengan alasan sebagai hadiah untuk adik-adikku yang masih kuliah itu.

Sesekali kulihat kursi-kursi dan pojok favorit bapakku; spot-spot tempat ia dulu sering bermain gitar asal-asalan. Lagu-lagunya tak jauh dari lagu-lagu Jeffry S. Tjandra.

Aku tahu... Ibuku pasti punya kesusahannya sendiri. Bisnisnya mungkin tak semulus beberapa bulan lalu. Adikku yang cowok itu juga mau tahap skripsi, si cewek yang bungsu juga punya kebutuhannya sendiri. Yeah... You know lah, cewek...

Besok aku pulang lagi, ke Lubuk Pakam, ke rumah itu lagi. Entah kesan apa lagi yang muncul nanti. Tapi kepulanganku dua bulan lalu memang kusyukuri. Besok, mungkin omelan, repetan ibuku tak seperti dulu. Badanku sedikit lebih gemuk sekarang. Kantong mata, tanda kurang tidur, sudah dihapus. Semoga dia tak khawatir lagi. Memang anak kurang ajar lagi bebal egois diriku, sering membuat dia khawatir. Lha, orangtuaku saja sering bingung menghadapiku, mungkin sudah bosan menasehatiku, apalagi orang-orang yang baru kukenal setahun ini.

Senang bisa pulang lagi, tapi kalau pulang karena alasan "Medan". Heghh... Mungkin bukan. Kota itu jadi agak asing buatku; jalanan yang semakin banyak rusak, aroma politiknya juga membuat jijik jengah. Entahlah, lagipula saya bukan orang Medan, saya orang Lubuk Pakam, orang Deli yang semua suku aslinya melebur dalam darahku; Simalungun, Karo, Melayu.
Rumah itu... tak akan lagi pernah sama.

(Ele, Jakarta 23 Nov 2008)

Monday, November 03, 2008

Valid E-mail Address, Please...

Hello all...

Please be well informed that I have sent you guys invitaions to join this blog - surely for those who had asked for invitations. But unfortunately, most of you didn't give the valid email address. It was such a pain... Sorry guys, but I need your valid address, not a fake one.

Please, please be well noted. This will really help this blog improved day passes by.

Thank you,
Admin