Tuesday, May 29, 2007

Analisis Desain Produk-Produk XL

Dosenku di semester tiga dulu pernah menyinggung Product Designing atau mendesain produk berdasarkan karakteristik pasar. I wasn't so into it, karna dari awal terkesan sangat rumit. Rumit? Yes. Product designing itu menyangkut hal-hal dan pihak yang multidisiplin, mulai dari desainer produk, desainer iklan, teknisi, marketer, sampai menganalisis budaya pasar yang menjadi target. Walau dulu kuanggap membosankan & nggak menarik, tapi mendesain produk itu ternyata menjadi hal yang terlalu krusial untuk diabaikan. Perusahaan (produsen) tidak akan mencapai tujuan usaha yang udah ditetapkan kalo produk yang dilemparkan ke pasar ternyata "mengejek" atau tidak sesuai karakter pasar.

Dari kepentingan itu aku mencoba2 mencari tau produk2 apa aja yang udah berhasil menjadi produk yang udah didesain dengan baik oleh produsennya (sok berkompeten nih). I found them recently. Produk apa aja itu? Produk2 dari XL. Nah lo, muji2 XL lagi? Hehehe, orang XL nggak pernah membayar aku koq untuk menyanjung2 XL di blog ini. Honestly, aku kagum aja sama XL yang udah menancapkan cakar dignity sebagai operator seluler yang sering menerima penghargaan sebagai perusahaan dengan manajemen yang baik, keuangan yang sehat dan banyak lagi. Yuk kita analisis produk2 yang udah didesain XL.

Pertama, Xplor. Produk pascabayar ini kayaknya udah didesain matang sekali untuk kalangan pebisnis, baik pengguna individu ataupun pengguna korporat. Xplor memang ditujukan untuk itu, terlihat dari iklan2 Xplor yang selalu terkesan megah, silver scheme, executive-targeted, mengutamakan orang penting dan mampu untuk membayar layanan value-added yang memang banyak disediakan. Kalo XL bisa ngomong, pasti bilang "silahkan gunakan layanan premium kami sesuka hati selama Anda mampu membayar". Fitur-fiturnya memang lebih banyak didominasi layanan kantoran dan minim fun, selain metode2 pembayaran tagihan yang beragam. Hehehe, kayaknya kalangan nine to five itu memang suka stress dan so professional ya. Workaholic bo'. Tapi memang kayak inilah image yang didesain XL untuk brand yang merupakan brand transformasi proXL Pascabayar ini. XL udah mendesain Xplor khusus untuk pasar pebisnis.

Kedua, Bebas. Produk prabayar ini lebih ditujukan untuk kalangan perkotaan atau metropolis yang masih mengagungkan lifestyle (music, fashion, and movies). Coba liat band-band yang dijadikan sebagai ikon Bebas; Peterpan & Samsons. Semuanya band yang memang sedang dalam posisi trend di "masa kejayaan band" tersebut. Varian Bebas selalu "update" dengan isu-isu lifestyle terbaru bahkan sebelum bendera XL Music Life, XL Movie Life, dan Life-Life lainnya berkibar. Iklan-iklan Bebas juga nggak lepas dari wajah-wajah dan gaya bahasa khas metropolis atau tepatnya menyasar orang2 muda atau orang dewasa berjiwa muda. Produk yang -sebelum XL diakuisisi TM Malaysia- dulunya dikenal dgn nama proXL Prabayar ini didesain khusus untuk pasar seperti ini, sesuai karakter dan demand yang menjadi "roh" di masyarakat.

Ketiga, Jempol. Produk yang iklan perdananya bikin aku geli ini ternyata memang ditujukan untuk kalangan menengah bawah yang ingin menggunakan layanan selular. Tentunya dengan layanan yang bersifat "basic" seperti telepon, SMS, tarif yang lebih murah, dan isi ulang paling ringan (recehan). Isi ulang pecahan lima ribu rupiah ini tentunya menyiratkan kalau pasar yang dituju jelas adalah masyarakat berpenghasilan harian atau kaum muda yang ingin tampil trendy namun berpengahasilan terbatas. Lihat dan dengar iklannya, Indonesia sekali. Pake dangdut, suling dan wajah2 khas Indonesia. Segmentasi yang jelas kan?

Keempat, Jimat. Jimat didesain khusus untuk memenuhi ceruk pasar GSM yang kosong dan belum diisi operator lain; keluarga2 yang punya kerabat di luar negeri. Produk Jimat dipasarkan di daerah2 yang memiliki data statistik penduduk yang banyak bekerja di luar negeri, kayak Jawa Timur dan Sumatra Utara. Iklannya juga, duh Indonesia sekali. Khas obrolan keluarga TKI pula. Dengan penawaran tarif yang lebih murah untuk komunikasi ke luar negeri, Jimat diharapkan dapat memberi solusi yang murah. Soal kualitas nanti dulu. Dengan menggunakan teknologi VoIP sebagai backbone layanan, kayaknya servis Jimat harus lebih banyak dibenahi. Kenapa? Infrastruktur VoIp XL belum memuaskan, setelah kucoba beberapa kali melakukan panggilan internasional ternyata panggilan sering terputus-putus dan suaranya timbul lenyap. Kayaknya XL harus belajar banyak dari operator2 selular di Hongkong yang udah lama concern dgn pembangunan VoIP yang berkualitas. Oia, aku ada saran untuk XL perihal pemasaran Jimat. Untuk pemasaran Jimat, ada baiknya XL menempatkan para frontliner di tempat2 yang biasa digunakan untuk mengurus penempatan kerja TKI, seperti kantor2 imigrasi, kantor agen tenaga kerja, rumah sakit rujukan medical test, dsb, untuk memperkenalkan produk Jimat. Dari analisisku terhadap "pasien" alias keluarga yang mengurus kerja anggota keluarganya di luar negeri, biasanya mereka itu open sekali terhadap produk baru yang memudahkan mereka untuk stay connected dengan keluarga mereka yang bekerja sebagai TKI di luar negeri. Jimat akan dengan mudah melakukan penetrasi pasar dengan penempatan para frontliner di garis depan peperangan.

Untuk kasus-kasus diatas, aku lihat XL kayaknya udah membuat tim Product Designing. Tim yang udah bekerjasama dengan kinerja lumayan baik dari berbagai bidang ilmu (multidisiplin). Karnanya, meski XL bukan operator terbesar di negeri ini tapi operator ini udah membuat perencanaan yang matang untuk menjual produknya ke pasar. Beda sekali dgn Telkomsel dan Indosat (kalo untuk operator CDMA aku nggak berani membandingkan karna disini cuma ada Flexi dan Starone). Untuk Telkomsel, aku nggak ngeliat ada perbedaan berarti antara satu produk dengan produk lainnya. simPATI dan HALO hampir sama, cuma beda di sistem pembayaran. Kartu AS dan simPATI juga nggak jelas pasar yang ditujunya seperti apa karna keduanya seperti "bunuh kawan sendiri" (lihat iklan dan pasar yang dituju). Lebih dari itu semua, Telkomsel tumbuh menjadi besar karna dibesarkan isu kalo Telkomsel adalah operator dengan layanan terbaik, padahal NGGAK (it's relative you know). Untuk Indosat, kita juga nggak akan gampang menganalisis plus memahami target produknya untuk siapa. Peleburan IM3 Bright ke Matrix nggak begitu jelas artinya. Sedangkan Mentari dan IM3 juga "saling minder" dan terkesan malu-malu.

Kedua operator di luar XL juga nggak menempatkan diri sebagai produk anak negeri. Iklannya lebih menempatkan posisi produk sebagai superior tanpa memberi ruang untuk masyarakat untuk berpikir. Padahal masyarakat sekarang udah lumayan cerdas, dan jauh di bawah alam sadarnya masyarakat udah diindoktrinasi untuk memilih produk yang sesuai karakter dan budayanya. Alhasil, walau mereka tetap membeli produk dari kedua operator itu, mereka nggak pernah merasa memiliki atau menjadi bagian dari proses penciptaan produk itu (nggak "gue banget").

Dari tadi ngomongin iklan? Seberapa besar efek iklan dalam mendesain produk? Besar. Iklan dari suatu produk adalah penciptaan citra suatu produk yang telah didesain, membuat brand awareness dan akhirnya membuat image branding yang terus dikenang konsumen. Makanya belajar dari kesuksesan Honda, XL, Gudang Garam, dan Firefox yang -IMO- udah sukses membuat penetrasi pasar yang memorable dan sesuai karakter plus budaya pasar. Entah itu budaya lokal, internasional bahkan perlu juga diperhatikan kondisi geopolitik dalam mendesain produk berikut iklannya.

Jadi kesimpulannya, untuk menciptakan suatu produk yang secara sehat dapat melakukan penetrasi pasar, si produsen terlebih dulu harus membuat tim yang secara intens membuat desain suatu produk. Tim yang terdiri dari orang2 yang berkompeten dan mengerti budaya pasar yang dijadikan ladang minyak, sumber air, dan api untuk membuat dapur perusahaan dan karyawan tetap mengepulkan asap.

Dikutip dari Elenet M2 Blog.